Penyesalan
Sedikit
demi sedikit mentari mulai menampakkan dirinya dari ufuk timur untuk memancarkan
sinar sinar jingganya. Kicau burung mulai bersaut-sautan satu sama lain. Titik
titik embun yang berada pada daun daun nan hijau mulai meneteskan diri ke tanah.
Ayam jantan pun telah dari pagi buta hingga saat itu menyerukan kokoknya. Sungguh
sejuk pagi itu mendapatkan sambutan dari alam ini.
Sinar
sinar jingga itu kemudian masuk melalui ventilasi jendela di sebuah kamar
berwarna cat merah muda, yang dihuni oleh Friska. Cahaya jingga keemasan
tersebut mulai merambat menyinari kelopak mata yang mungil itu. Kini, matanya
mulai berkerdip-kerdip dan mulai terbangun. Friska memanjatkan doa, agar hari
ini menjadi hari yang lebih baik dari hari hari sebelumnya. Kemudian seperti
biasanya, ia mendekati jendela dan menbukanya untuk segera menghirup udara
segar pagi itu.
Hari
yang cerah itu adalah hari Minggu. Jadi, tak ada salahnya jika pagi itu Friska
tak bergegas untuk cepat cepat bersiap untuk sekolah, dan ia masih santai sekali
membereskan satu demi satu perabotan kamarnya yang masih terlihat berantakan.
Diambilnya selimut tebal yang digunakannya untuk menutupi tubuhnya sejak malam dan
mulailah dia melipat dan merapikannya. Perlahan tangannya mengambil buku-buku
yang telah ia baca tadi malam, dan mulai membereskannya. Beberapa buku di kamarnya
kini sudah tertata rapi. Setelah membereskan kamar merah jambunya adalah
waktunya untuk mandi, dan kemudian sarapan pagi. Setelah selesai sarapan, ia
akan pergi ke rumah teman dekatnya, yaitu Lita. 10 menit bersepeda, mungkin
sudah sampai. Ternyata sesampai di sana, Reffi juga ada disana bersama Lita di
depan rumah.
“Sini
Fris, ikut main.” Ajak Lita.
Friska
pun bergabung dengan mereka dan bercanda bersama. Beberapa lama kemudian, Fara
datang dan menghampiri mereka. Mungkin dirinya sedang kesepian. Jadi ia
memutuskan untuk ikut bergabung dengan kami. Setelah lama berbincang bincang,
dan tertawa bersama, Reffi, Fara dan Friska pun pulang.
Cukup
menggembirakan pagi itu, bermain dan bercanda dengan Lita, Reffi dan Fara.
Mereka memang sudah saling kenal sejak kecil. Tapi, Friska lebih akrab dengan
Lita disbanding yang lainnya. Mereka sudah sering bermain bersama sejak dulu.
Mereka memang sangat cocok. Friska dengan tubuh yang kecil, sedangkan Lita
dengan tubuh yang tidak kecil, mungkin agak gendut. Tapi, lebih pantas dianggap
gendut. Saling melengkapi. Mereka sama-sama cantik juga. Lita ini, sering
membuat lelucon yang sering membuat Friska tertawa terbahak-bahak. Mungkin bisa
jadi seharian penuh mereka bisa tertawa bersama.
Tak
sampai seharian Friska bermain, ia ingat akan kewajubannya sebagai seorang
pelajar. Sore hari, Friska mempersiapkan pakaian seragam biru putihnya yang
akan dipakainya hari Senin untuk upacara. Tak hanya itu, ia pun juga
mempersiapkan buku buku pelajarannya ke dalam tas sekolahnya. Kini, mentari
mulai condong ke arah barat. Pertanda hari mulai petang. Semakin lama kemudian,
cahaya matahari pun tenggelam. Lampu-lampu di beberapa rumah juga sudah mulai
menyala. Dan adzan Maghrib perlahan dikumandangkan dengan suara yang sangat
merdu.
Malam,
ketika bintang berkerlip-kerlip di angkasa, ketika bulan yang menghiasi
pandangan di langit, ketika daun daun menari-nari tertiup angin, Friska tak
segera membuka buku untuk dipelajari, namun ia ingat akan seseorang yang sedang
memenuhi pikirannya, yaitu Rama. Sejak dulu, memang selalu dia yang memenuhi
pikiran Friska.
Setelah
agak lama ia melamun, ia baru sadar bahwa dirinya telah menyia-nyiakan waktu
untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Kemudian barulah ia mengerjakan tugas
dari gurunya, yaitu matematika. Sekitar 30 menit, tugasnya telah selesai. Belum
tentu benar, namun ia segera dilanda rasa kantuk dan tidak sempat menelitinya.
Dan akhirnya ia memutuskan untuk tidur. Ia membaringkan tubuhnya diatas
ranjang. Dan menatap langit langit kamarnya. Mungkin berbaring saja sudah
membuat sedikit demi sedikit kantuknya berkurang. Dan mulailah lagi ia melamun
membayangkan Rama. Entah mengapa, tapi Friska sangat menyukainya. Matanya masih
menatap langit langit kamarnya dan mulai lah perlahan senyumnya merekah
mengingat tingkah lucunya Rama. Tawa kecil pun juga sering terdengar ketika ia
sedang memikirkannya. Beberapa menit kemudian matanya yang tadi berbinar-binar,
menjadi terpejam. Ia pun tertidur pulas.
Keesokan
harinya, Friska bangun pukul 4.30 pagi. Setiap pagi, ia selalu mengambil air
wudhu untuk sholat Shubuh. Dingin sekali, namun sholat Shubuh sudah menjadi
kewajibannya. Dingin ataupun tidak, ia selalu mengerjakan kewajibannya tersebut.
Setelah itu, ia tidak membaca buku, karena ia malas untuk membaca buku
pagi-pagi. Ia hanya meneliti buku-buku yang akan dibawanya ke sekolah. Buku-buku sudah beres. Kini ia segera untuk
mandi. Beberapa menit berlalu, dan dilanjutkannya sarapan pagi bersama
keluarganya. Sudah kenyang, maka ia bergegas untuk berangkat diantar oleh
ibunya. Jarak rumahnya ke sekolah kira-kira 3km.
Beberapa
menit berlalu, dan sampailah Friska di sekolahnya, SMP N 2 Bantul. Sekolah yang terbaik di kotanya. Dulu ia berusaha keras
untuk bisa diterima di sekolah ini. Dan sampai akhirnya ia sekarang duduk di
bangku kelas 8E. Senyumnya selalu menyertai langkahnya menuju kelas 8E. Dia tak
sabar ingin bertemu teman-temannya yang
selalu membuatnya ceria.
“Eiih,
Fris udah ngerjain matematika?” tanya Della.
“Udah
dong, emang kamu? hahaha” jawab Friska sambil tertawa.
“Yaudah
mana? Aku boleh liat kan?” minta Della.
“iya,
tapi gak tau itu udah bener apa belum”sambung Friska.
Della
pun akhirnya meminjam pekerjaan Friska yang semalam sudah ia kerjakan sambil
membayangkan seseorang yang disukainya. Tiba-tiba, seseorang yang dibayangkan
Friska semalam datang. Langkah demi langkah ia tapakkan di lantai depan kelas
8E dan akhirnya Rama pun masuk ke kelas.
“teeeetttt”
bel pun terdengar.
Siswa
siswi 8E pun segera duduk di bangkunya masing-masing. Pembelajaran berlangsung
lama. Setelah pembelajaran usai, Friska pulang menunggu jemputannya. Ia
menunggu sambil menghabiskan jajan yang dibelinya di kantin. Selang 10 menit,
barulah Ibunya sampai di depan sekolah.
Di
rumah, ia dihampiri oleh Lita dan Ferdi. Ferdi adalah teman dari Lita. Baru
kali ini, Lita bertatap muka dengan Ferdi.
“Friska…
Friska…” suara Lita pun terdengar nyaring memanggil Friska dari depan rumah
Friska.
“Eiih,
kamu Lit. Gimana? Mau main sekarang ya?” Jawab lita.
“Iya.
Kamu nggak sibuk kan? Kenalin, ini ada temen aku, namanya Ferdi.” Lanjut Lita.
“Enggak
kok.” Jawab Friska kepada Lita. “Oh kamu yang namanya Ferdi, aku Friska” Kata
Friska sambil berjabat tangan dengan teman barunya, Ferdi.
“Iya”
jawab Ferdi singkat sambil memberikan senyuman kepada Friska.
Semakin
lama mereka berbincang-bincang dan saling bercerita tentang pengalamannya,
mereka semakin akrab. Hari semakin sore, dan rupanya wajah wajah mereka juga
sudah terlihat lelah. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk pulang.
Wajah
cantik bercampur lelah itu kini mengisyaratkan tubuhnya untuk segera
membaringkan tubuhnnya di ranjang. Matanya berkedip perlahan dan kemudian
gelap. Ia telah terlelap tidur. Hanya 30 menit saja ia tidur. Waktu menunjukkan
pukul 04.15 dan ini sudah waktunya untuk mandi.
Lama
setelah Friska dekat dengan Ferdi, dan semakin dekat, kini ia telah melupakan
Rama dan mulai tumbuh benih benih cinta kepada Ferdi. Awalnya memang sulit
dipercaya bahwa Friska menyukai Ferdi. Namun jika memang ini sudah menjadi
takdir, hal ini bisa dianggap wajar.
Ferdi
sepertinya juga sudah mengisyaratkan rasa cintanya kepada Friska. Dan dekat,
semakin dekat, sampai akhirnya banyak yang mengetahui bahwa keduanya saling
suka. Namun Rika telah menghancurkan perasaan Friska. Karena setelah dirinya
tahu bahwa Friska menyukai Ferdi, ia mulai mendekati Ferdi. Dan lebih parahnya
lagi, Ferdi juga pernah menaruh rasa kepada Rika. Dan Rika mencoba mencintai
Ferdi agar dirinya tidak mendekati Friska lagi. Rika tidak mau tersaingi. Dia
telah merasa bahwa dirinya lebih baik dari siapapun. Ternyata usaha Rika untuk
mendekati Ferdi tidak sia-sia. Setelah lama usaha Rika dilakukannya, Ferdi pun
berhasil dipancing Rika untuk kembali menyukainya. Friska pun merasa dirinya
hanya dipermainkan oleh Ferdi. Dan ia juga menaruh perasaan benci kepada Rika.
Friska
merenung di dalam kamarnya. Kelopak matanya sudah tak mampu menahan bendungan
air yang pasti akan terjatuh. Matanya memerah dan perlahan butiran air mata
mulai terjatuh membasahi pipi. Ia sungguh menyesali perasaannya yang pernah
suka kepada Ferdi. Akhirnya dia sadar, Ferdi bukanlah orang yang setia.
Ternyata dia lebih memilih Rika disbanding dengannya. Ia sedih sekali. Hatinya
teriris-iris dan angan-angannya untuk bahagia telah sirna.
Hari
pertama, cukup pedih untuk melupakan Ferdi. Berminggu-minggu kemudian, rasanya
juga masih enggan untuk menghapus pikiran tentang Ferdi. Dan berbulan-bulan
kemudian barulah ia bisa melupakannya dan tanpa masih menyimpan rasa sayangnya
lagi kepada Ferdi.
Mengerti
Friska telah melupakan Ferdi, Rika pun juga mulai menjauhi Ferdi. Ferdi pun
juga telah merasakan betapa sakitnya dia ditinggalkan oleh Rika. Ferdi juga
sadar bahwa dirinya telah menjahati Friska. Bahkan sangat jahat sekali.
Mengenai hal itu, Ferdi pun cepat-cepat untuk meminta maaf kepada Friska atas
kesalahannya. Awalnya, sangat sulit baginya untuk mudah memaafkan begitu saja. Namun
karena mendapat nasehat dari Lita, sahabat terbaiknya, Friska mau memaafkan
Ferdi dengan satu syarat. Yaitu tidak akan memainkan perasaan perempuan.
Akhirnya mereka pun damai dan kembali akrab layaknya teman seperti dulu lagi.
Baru
disadari oleh Friska, ternyata tidak hanya Ferdi saja yang jahat. Namun dirinya
pun juga jahat. Karena dirinya telah melupakan Rama yang justru sejak dulu
menyukainya. Kini mulai saat itu, Friska sering memandangi Rama. Ia penasaran,
apakah Rama masih menyimpan rasa ataukah tidak.
Sesekali
Ia memandang Rama, ia selalu merasa bersalah. Ia sangat menyesal karena telah
menyakiti Rama dengan menyukai Ferdi. Setiap harinya ia selalu merenung, Ia
menatap langit-langit kamarnya dan berharap ada bintang jatuh seperti di
angkasa yang hadir untuk menghiburnya. Namun itu tidak akan mungkin terjadi.
Karena langit-langit pada saat itu hanyalah langit-langit kamar saja. Bukan
langit yang sama dengan diatas sana.
Nama : Pingkan Pangestu D
Kelas : IX F / 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar