KISAH
SECANTIK SENJA
Awan
gelap yang datang dari balik pegunungan, mengisyaratkan kepada setiap insan
bahwa akan turunnya hujan. Cahaya nan cepat yang diikuti bunyi yang menggelegar
diatas awan. Garis-garis biru yang menjalar ditubuh awan nan hitam. Sekian
cepat awan itu sudah diatas hutan. Sekelompok burung Kuntul menyelinap kedalam
hutan itu. Dari kejauhan daun-daun itu bergoyak satu sama lain, terlihatlah air
yang turun dari awan hitam, yang kian cepat menuju kearah desa ini. Pepohonan
disekitar gubug mulai melambai-lambai seolah ingin member tahu akan datangnya
hujan yang kian mendekat. Titik demi titik air satu per satu mulai membasahi
tanah yang sebelumnya gersang. Suara nan keras yang ditimbulkan akibat derasnya
hujan kali ini, yang mengenai atap seng gubug ini. Didalam gubug air juga
berjatuhan dari atas karena atap yang sudah dimakan usia.
Ditritisan
depan gubug, Tedjo dan Simbok menikmati secangkir kopi hitam dan ketela rebus
yang masih hangat, yang baru saja direbus simbok. Menikmati sambil mengamati
hujan yang mulai mereda. Sawah disekitar gubug pun airnya meluap. Arus Aliran
kali dipinggir sawah juga sangat kuat. Pepohonan sekarang tampak hijau segar.
Udara yang sebelumnya panas gersang berganti menjadi dingin. Diantara awan yang
dikit demi sedikit mulai membelah terlihatlah mentari yang ingin kembali
keperaduannya. Lama-kelamaan mentari sudah berada diufuk barat dibaik
pegunungan yang hijau kegelapan. Warna jingga yang cantik bergradasi dengan
hijau yang terkena sinar dan gelap diantara pepohonan yang tak dapat cahaya
menambah kecantikan senja dikala itu. Seperti lukisan seniman diatas kanvas
namun bedanya kalau yang ini nyata. Senja yang cantik.
Seperti
kisah asmara Tedjo dengan seorang gadis desa seberang yang bernama Surtinem.
Tedjo adalah seorang anak desa yang tumbuh menjadi remaja desa nan lugu.
Sedangkan Surti adalah seorang gadis nan ayu, anak dari bapak Kades Sukamaju.
Mereka berdua mengenyam pendidikan yang sama di Sekolah Menengah Atas di SMA N
2 Sukamaju. Prestasi keduanya pun cukup bagus. Tedjo yang kesehariannya sebagai
orang desa, namun dia pintar dalam berbahasa Inggris. Namun Surti gak mau
kalah, Surti juga sangat pandai dalam bidang MIPA. Cita-cita keduannya setelah
SMA adalah bisa kuliah di kota Yogyakarta. Namun bedanya Tedjo ingin meneruskan
ke Fakultas Arsitektur, sedangkan Surti
ingin masuk ke Fakultas Kedokteran.
Kisah asmara ini dimulai ketika keduannya masih duduk di
bangku kelas 11 SMA. Suatu pagi, suara seruan-Nya dipagi itu mulai terdengar.
Jam weker peninggalan kakeknya pun bunyi. Tak ketinggalan handphone bututnya
juga ikut bunyi. “Allahu Akbar Allahu…..akbar. Kring….kring….kring…. Tut tut
tuttut….” Begitulah suara dikamar Tedjo. Suara yang salin bersahut-sahutan.
Setelah mematikan semua alarm di handphone dan jam weker segeralah Tedjo
sebagai seorang muslim yang taat maka dia bangun dan mengerjakan dua rakaat
kepada Tuhan pecipta alam semesta. Setelah bangun dari ranjangnya Tedjo pun
membangunkan simbok. Menjalankan sholat berjamaah bersama simbok sudah menjadi
kebutuhan di kesehariannya. Air wudhu yang dingin pun menjadi obat yang paling
mujarab untuk menyegarkan wjah yang masih ngantuk. Tedjo dan Simbok lanjut ke
mushola yang kecil, walaupun begitu tempatnya bersih, karena setiap harinya
dibersihkan oleh Tedjo setelah sholat. Kemudian mereka beribadah dengan khusuk.
Ketika sholat sudah selesai Tedjo dan Simbok beum juga beranjak dari duduknya,
namun mereka memanjatkan do’a sambil memejamkan mata, sungguh khusuknya. Berdo’a
atas semua karunia dan rahmat dari Tuhan yang Maha Esa atas wujud rasa syukur
mereka oleh pemberian-Nya.
Didalam do’a Tedjo terselip bayang-bayang pertanyaan yang
masih ada dipikirannya “Ya Allah, apakah hambamu ini bisa melanjutkan kuliah ? Hamba
hanyalah seorang anak pedagang yang jauh dari kata Pendidikan Tinggi. Jika
Engkau mengizinkan hamba, bantulah hamba. Lancarkanlah jalan kesuksesan itu.
Agar hamba bisa membahagiakan orang-orang disekitar hamba, terutama Simbok yang
selama ini banting tulang sendirian untuk menghidupi aku dan Simbok sendiri.
Jika Engkau tidak mengizinkan, hamba mohon bantulah hamba mejadi seorang yang
berguna dan ermanfaat bagi orang lain, bangsa, dan agama.” Do’a dari Tedjo.
Setelah sholat Tedjo memberihkan mushola sedangkan Simbok
lanjut ke dapur untuk mempersiapkan sarapan dan dagangannya untuk berjualan ke
Pasar pagi ini. Mushola pun bersih, Tedjo kemudian keluar gubug untuk olahraga
sebentar, ketika Tedjo keluar terihatlah sinar-sinar sang surya dari Timur yang
akan menerangi bumi dihari ini. Kokokan ayam jantan silih berganti,
bersahut-sahutan menandakan hari mulai pagi. Setelah badan tersa segar bugar
Tedjo kembali masuk kedalam untuk membantu Simbok yang sedang menyiapkan sayuran
kedalam wadah untuk dijual di Pasar. Selesai membantu Tedjo langsung mandi, dan
persiapan menuju sekolah. Ketika Tedjo sedang pake seragam, Simbok berteriak
“Le Djo, Simbok tak berangkat dulu ya le.” Ucap Simbok sedikit berteriak.
Selanjutnya Tedjo sarapan pagi, dengan menu nasi putih dipadu dengan sayur
asam, lauk pauk tahu tempe. Makanan nan sederhana namun mengandung nilai gizi
yang tinggi. Walaupun begitu Tedjo tetap mensyukurinya, karena ini semua
karunia Tuhan. Tedjo pun berangkat dengan sepeda onthel peninggalan dari
kakeknya. Sepeda yang dulu menjadi saksi bisu perjuangan mengusir dia yang
berambut pirang. Ya, kakeknya Tedjo adalah seorang pejuang yang membela tanah
air Indonesia melawan Belanda.
Tedjo berangkat ke sekolah dengan wajah yang menebar
senyum, senyum yang lebar kepada siapa saja. Orang belum mengenal Tedjo pasti
beranggapan bahwa Tedjo adalah orang gila. Namun bagi Tedjo itu motto didalam
hidupnya yang berasal dari pepatah Mbah Darmo “Hari ini akan lebih dari hari
kemarin, jika kita mengawalinya dengan senyum dan do’a.”
Sesampainya didepan gerbang sekolah Tedjo turun dari
sepeda tuanya, menuntun masuk ke halaman
parkir. Berjabat tangan kepada guru piket yang menyambut didekat pintu
gerbang. Menutun sepedanya ke halaman parkir dengan diikuti oleh dua orang.
Ternya kedua orang itu adalah teman sekelas yaitu Tono dan Toni. Keduanya
adalah anak kembar yang sulit dibedakan. Belum menyapa ataupun berjabat tangan
keduanya terus langsung bertanya kepada Tedjo tentang PR Bahasa Inggris. “Eh
Djo, Lu udah ngerjain PR belum?” Tanya Toni. “PR yang aa aa apa to? “ jawab Tedjo
dengan gugup. “Gakusah berlagak gaktau deh lu” Jawab Toni. Tono pun juga sempet
kaget “Aduh, emange ada PR apa to Ni ?” (Tono bertanya dengan lirih kepada
Toni). “Ya, PR Bahasa Inggris, PR dari Bu Kartinem.” Balas Toni. Selanjutnya
Tedjo ingin meninggalkan parkiran dengan maksut ingin masuk ke kelas, namun
baru berjalan beberapa langkah Tono dan Toni langsung menarik tas yang dibawa
Tedjo. “Mau kemana ? lu” Tanya Toni sambil melototin Tedjo. “Ma ma ma mau masuk
kelas Ton.” Jawab Tedjo lagi sambil gugup. Kemudian Tono dan Toni melepaskan
Tedjo.
Tedjo lanjut masuk kekelas, kelasnya adalah kelsa 11 D
sebangku dengan sahabatnya yaitu Parto. Didalam kelas sudah ada beberapa teman
yang bercanda, bercerita, gosip, dan lain-lain. Bel masuk pun sudah berbunyi “tet…tet…tet….”
Tanda jam pelajaran pertama dimulai. Pagi ini pelajaran pertama adalah Bahasa
Inggris, masih banyak temannya yang masih sibuk mengerjakan PR bahasa Inggris
padahal Ibu Tukiyem sudah dalam perjalanan menuju ke kelas. Langkah sepatu bu
Tukiyem semakin dekat, dan kemudian terlihatlah dipintu kelas sesosok guru yang
beranjak tua, berkacamata, memiliki tahi lalat dibagian hidung. Tatapannya yang
tajam menambah kesan guru yang galak. Setelah bu Tukiyem masuk para siswa
maupun siswi pun gelalapan merapikan buku dimeja masing-masing ataupun
mengembalikan buku keteman. Buku yang dipinjam untuk melihat pekerjaan orang.
Ciri-ciri siswa-siswi dimasa kini. Namun berbeda dengan Tedjo yang malah
tenang, dan tersenyum sambil melihat sekeliling kelas. Wajah-wajah yang
terlihat takut. Kemudian bu Tukiyem duduk dan siswa-siswi memberi penghormatan
kepada bu Tukiyem. “dok..dok..dok..dok” suara gebrakan meja oleh ketua untuk
member tanda penghormatan, kemudian anak-anak pun memberi sapaan “Good morning
mom….” Sapaan anak-anak yang keras dan kompak. Kemudian semuannya duduk. Bu
Tukiyem menyuruh muridnya mengeuarkan PR bahasa inggris kemarin. Semuanya murid
mengikuti suruhan bu Tukiyem, namun Tono dan Toni masih pada sibuk sendiri
mencari buku di tasnya yang berisi kerjaan dari bu Tukiyem. Ternyata didalam
tasnya gak ada, beberapa menit mereka berdua sibuk sendiri. Kemudian Tono ingat
bahwa buku punya Tono terselip di buku Indah, sedangkan bukunya Toni dilaci
meja. Mereka berdua yang mimik wajahnya pucat menjadi senyum-senyum dan
berlagak jagoan.
Tedjo pun disuruh menuliskan PR dan menerangkan kepada
teman-temannya. Tedjo lanjut maju, dan kemudian menulisnya dan menerangkannya.
Bu Tukiyem pun memberi apresiasi kepada Tedjo. Tedjo selanjutnya disuruh
kembali ke tempat duduknya. “Tedjo.. Tedjo, kamu memang anak yang pintar,
seorang anak desa yang mau berusaha. Aku bangga punya murid seperti kamu” kata
bu Tukiyem dalam hati sambil memerhatikan Tedjo. Setelah tiga jam pelajaran,
tanda istirahat pun berbunyi. Kemudian Tedjo dan temannya isitrahat, Tedjo dan Waluyo
pergi kekantin untuk sekedar duduk dan beli makanan. Di kantin mereka berdua
duduk disebelah cewek-cewek yang sedang asyik satu sama lain ngobrol. Namun
Tedjo sambil memegang bakwan, dia terpesona oleh gadis yang duduk didepannya,
gadis yang sedang tersenyum dan tertawa dengan candaan bersama temannya. Tedjo
terus saja membayangkan gadis itu, tanpa sepengetahuannya dia sedang
mengoles-oleskan gorengannya dengan saus cabai.
Dalam keadaan yang masih tidak sadar Tedjo yang kaget
karena bel masuk sudah berbunyi dan memakan gorengan tadi yang penuh dengan
saus cabai, seketika itu juga Tedjo sadar dan kepedasan akibat gorengan yang
penuh dengan cabai tadi. Dalam keadaan kepedasaan Tedjo terus lari ke kantin
untuk beli minuman. Setelah itu Tedjo dan Waluyo kembbali ke kelas dan
mengikuti pelajaran selanjutnya. Hari hari berikutnya Tedjo dikelas sering
melamun dan tersenyum sendirian. Dan suatu hari dia ingin mempersudahi rasa
yang kian menggebu-gebu untuk menyatakan isi hatinya kepada gadis itu. Pada
saat pulang sekolah dijalan Tedjo ketemu dengan gadis itu. Dibawah pohon waru
yang besar, Tedjo dan Surtinem berkenalan dan meminta no telepon. Hari demi
hari sampai berbulan-bulan Tedjo dan Surti menjalani pendekatan dengan smsan,
telpon-telponan, dan lain-lain. Sampai akhirnya di kelas 12, Tedjo ingin
menembak Surti pulang sekolah. Keduanya janjian di tempat keduannya berkenalan.
Sambil membawa sekuntum mawar merah dan berpakaian rapi
dan maco Tedjo melangkahkan kakinya untuk mengayuh sepeda onthelnya. Terlihat
dari kejauhan, seorang gadis yang cantik sedang duduk. Tedjo pun menghampirinya
dan berkata “Udah lama ya nungguinya?” Tanya Tedjo. “Enggak juga.” Jawab Surti.
Keduannya pun bercerita kesana kemari. Disaat yang ditunggu pun akan segera
dilaksanakan. Tedjo meminta Surti untuk memejamkan mata, kemudian Tedjo
mengeluarkan sekuntum mawar merah tadi. Dan selanjutnya menyuruh Surti membuka
matanya dengan suara yang romantis Tedjo
berkata “Mau kah kamu menjadi pacarku, Surti?” kata Tedjo. Surtipun malah
termenung dan menjawab dengan lirih “Maafkan aku Tedjo, aku gak menerima
sekarang karena aku ingin fokus ke pendidikan”
Tedjo
yang sehari-harinya tersenyum sekarang menjadi seorang yang wajahnya murung.
4 Tahun Kemudian……………….
Tedjo sudah sukses dan menjadi arsitektur professional
dan Surti menjadi seorang dokter. Keduannya pun dipertemukan lagi dalam sebuah
acara, keduannya pun sekarang berhubungan lagi, mencoba pendekatan. Dan tak
lama kemudian Tedjo dan Surti berpacaran. Di tahun berikutnya mereka menikah
dan mempunyai seorang anak yang pintar dan cantik. Dan tinggal disebuah rumah
hasil rancangan Tedjo. Sebuah kisah yang
seperti senja dikala itu, awan yang gelap dan hujan dan berubah menjadi senja
nan indah.
SELESAI
Nama : Gagah Nur Huda
Kelas : IX F
No. : 06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar