9F 9F 9F
.
.
.
" Walau hidup tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi yakinlah semua akan berjalan dengan indah "
.
.
.

Minggu, 15 Desember 2013

Liku-Liku Cinta dan Duka

Liku-Liku Cinta dan Duka
           
            Burung-burung berkicauan, mentari mulai menyembunyikan diri, angin berhembus ringan tanpa beban, dibawah pohon rindang yang teduh. Secarik kertas melayang dari tanganku berpindah ke tangan Nia, bukan surat cinta maupun duka tapi surat maafku kepada Nia, bukan tanpa alasan kuberikan kertas itu. Kemarin saat jam kosong di kelas sebuah buku kecil penuh coretan tinta hitam kutemukan di atas ubin kelas kubacakan lantang isi buku itu, tak tahu pemilik buku itu tiba- tiba dengan sekejap tanpa disangka, Nia menyerobot buku itu dari belakang tak kusangka Nia pemiliknya hingga diri ini merasa bersalah sekali, beribu kata maaf kulontarkan tapi tak di anggapnya, baru kali ini dia mau menemuiku dan menerima surat maafku itu. Sambil ia membaca suratku diriku menikmati keindahan alam sekitar tiba-tiba terdengar suara es krim terbesit pikiran untuk membelikan es krim untuknya.
            “ Bang beli, es krim dua rasa coklat sama strawberry”
            “ Iya dek, ini es krim nya”
            “ Berapa bang”
            “ Lima ribu aja dek”
            “ Ini bang uangnya, makasih ya”
            “ Oke”

            Ku mendekati Nia yang sudah selesai membaca suratku, dengan wjah lugunya dia terrsenyum padaku. Hati berdegup tentang tanggapan atas permintaan maafku.
            “ San, gimana diterima kan maafku?”
            “ Enggak, ngapain aku maafin kamu, kamu orangnya jail”
            “ Aku kan gak tau, maafin aku dong….  Please”
            “ Sama aja”
            “ Ya udah ini es krim buat kamu, biar kamu maafin aku”
            “ Makasih ya es krim nya, aku maafin kamu deh biar kamu gak nangis”
            “ Ngejek aja bisanya, yaudah aku pulang dulu”

Malam mulai gelap dan rembulan mulai bangun dari persembunyian aku pun mulai menapaki jalan setapak untuk menuju istana tercinta. Sesampainya di rumah aku langsung berbenah diri bersiap makan malam bersama. “ Ren, cepat keluar makan malam sudah siap” teriak ibu memanggilku, “ Iya, bu” jawabku, kemudian aku menuju meja makan untu menikmati hidangan alakadarnya ini, selesai makan kami bercengkrama sebentar sambil menunggu makanan turun ke perut, selesai bercengkrama aku langsung menuju ke kamar untuk bersantai, serambi bersantai ku tak sengaja membayangkan wajah manis dan lugu Nia. Dari balik pintu ibu menyuruhku untuk belajar sekejap saja lamunan itu buyar tak tersisa. Aku menuju meja belajarku kubuka buku matematika buku yang penuh liku dan selalu berujung kubuk lembar demi lembar kufahami rumus demi rumus tak sadar mata pun mulai terasa perih sampai kepala ku taruh di atas buku dan ku pejamkan mataku secara perlahan.
            Jago mulai berkokok merdu kuda besi berlalu lalang kesana kemari dengan rapi awan mendung tutupi sang surya. Terbangunlah aku dari dunia semu,fana menuju dunia yang nyata nan membingungkan ini kutengok penunjuk waktu di sudut rumahku, aku bergegas menyiapkan diri untuk melakukan rutinitas yang harus kukerjakan saat ku mulai siap tercium bau harum masakan ibu tercinta, dengan segera aku menuju ruang makan tak lupa aku mencuci tangan, ayahku yang sedang asyik bermain dengan cemarinya pun mencium bau harum masakan ibu dan bergegas menuju ruang makan, selesai makan aku menyiapkan sepeda motor tak bermesinku yang selalu ku kayuh setiap pagi untuk menimba ilmu, kuambil tas ku dan memakai sepatu tak lupa aku meminta restu dengan orang tua seperti anak kebanyakan aku tak luput meminta uang saku kepada ayahku.
            Sesampai disekolah pak satpam menyambutku dengan senyuman khas nya aku bergegas menuju parkiran sepeda untuk memarkirkan sepedaku sekaligus menemui sahabatku yang juga sedang memarkirkan sepeda.
            “ Dil, tunggu” teriakku dengan keras
            “ Ada apa, to?” dengan logat medokanya
            “ Ga papa”

            Dia juga tahu tentang masalah yang ku alami dua hari lalu dengan Nia, walaupun Fadil agak cuek tapi tetap menayakan masalahku dengan Nia.
            “ Ren, kamu udah dimaafin po sama Nia”
            “ Hemmmmmmm…….” (pikirku panjang)
            “ Cepet e aku penasaran tau”
            “ Udah dong, dia kan orang nya pemaaf”
            “ Benerkan tebakanku, kalau dia bakal maafin kamu karena surat itu”
            “ Sapa bilang karena surat itu, dia maafin aku karena es krim yang kuberikan sama dia
kemarin sore” nadaku nyolot.

            Dari belakang tiba-tiba kawanku Pras mendekati kami.
            “ Ayo kita masuk ke kelas” ajaknya padaku dan Fadil
            Bel jam pelajaran berbunyi kamipun segera masuk ke kelas, aku dan Fadil segera mencari tempat duduk andalan kami, pojok kiri atas “ hey kalian berdua kaya pendukungnya PKS (Pojok Kiri ataS) aja selalu duduk di situ saja gak pernah pindah” celetuk temanku Thoriq. Pelajaran pun dimulai inilah pelajaran paling membosankan bagiku, pelajaran yang mengulas masa lalu yang memang bagus mengetahui sejarah dunia tapi masa depan harus siap dihadapi. Bel istirahat berbunyi perasaan lega dan bahagai menggelayuti hati ini, aku pun menemui Nia, dia yang sedang duduk santai dengan temannya membalas snyum kecil atas sapaan yang kulontarkan, tak sadar tanpa kuucapkan sepatah katapun dan hanya tatapan yang kuberi, bel masuk berbunyi “ Ah sialan belum jadi ngomong bel udah bunyi” kesahku dalam hati. Sepulang sekolah aku kembali menemuinya tapi kali ini aku tak sendirian tentu saja mengajak temanku Fadil tak disangka si Thoriq anak jail itu coba mengganggu kami yang sedang mengikuti Nia, tapi usahanya dapat digagal kawan kami yang encer otaknya  tentunya Pras, dia mensabotase sepeda Thotiq dengan cara menggemboskan ban nya sehingga Thoriq lebih focus kepada sepeda yang ia punya daripada urusan yang aku dan Fadil lakukan.
            “ Pras thank you ya bantuanmu”
            “ Gpp bro, kan kita teman”
            “ Iya Pras, kalo gak da kamu gagal maning rencana Rendy”
                “ Udah buruan Ren dekatin dia mumpung dia di depan tuh” doron Pras padaku yang sedang gugup gemetar.
            Entah apa yang kurasa detak jantung bagai balapan kuda pacu semakin cepat dan cepat tak bisa berhenti walau seperskian detik, perasaan gugup, gelisah,dan sungkan mencampur jadi satu membuat hati bergejolak tak menentu, perasaan biasa menjadi luar biasa terhadap Nia. Siulan burung gereja awali langkah tegapku menemui Nia, bukan aku yang melontarkan sapaan pertama tapi dia dengan senyum manisnya menyapaku.
            “ Hai Ren, ada apa?”
            “ Gpp, cuma mau ngobrol sebentar sama kamu” jawabku malu-malu
            “ Ngobrol apaan”
            “ Emmmmmmmm”
            “ Cepetan ngobrol apa kamu buat aku kepo tau gak” dorongnya padaku
            “ Sebetulnya……..”
            “ Sebetulnya apa”
            “ Sudahlah besok saja aku kasih tau”
            “ Nyebelin ah kamu, bikin orang penasaran aja” sambil pergi meninggalkanku sejauh mungkin.
           
            Aku pun mulai mendekati Pras dan Fadil untuk mengambil sepeda dan pulang menuju ke rumah di tengah perjalanan yang gerah bin panas banget ini, tiba-tiba seekor anjing mirip Bulldog mengejar kami, aku dan Pras mengayuh dengan cepat tapi Fadil tetap dengan kayuhan santai bukan karena dia tak takut anjing, karena terlalu takutnya dia celana basah akibat ompol yang dia buat, kejadian memalukan baginya sebagai siswa smp menurutnya, di persimpangan jalan kami berpisah untuk melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing. Sesampai di rumah ku parkir sepedaku lalu masuk ke rumah dengan mengucap salam,tapi tiada yang menyahut ternyata di dalam rumah ada adikku yang berumur lima tahun yang sedang asyik menikmati bung tidurnya. Aku pun langsung menuju ke kamar tercinta untuk ganti baju dan rebahan dikasur tak terasa semakin lama mata ini terpejam untuk menikmati bunga tidur.

            Akhirnya aku bertemu Nia perempuan juwita tiada tara tanpa Bu Diman( ibu kantin sekolahku) aku mengungkapkan berjuta perasaan ku padanya. Kuminta dia menjadi sang kekasih dihati dengan sepintal mawar merah putih bukan sebagai bendera Negara tapi sebagai lambang pemersatu cinta kami kuungkapkan rasa cinta ini padanya, Nia pun menerima cintaku dengan senyum sumringah, bukan hanya dia yang sumringah tetapi aku juga yang sumringah karena perasaan yang terpendam dalam kuburan hati sudah terbangun dan terucap, tapi dalam sekejap pandangan indah lenyap. Pemandangan kapal pecah kembali terlihat, ternyata semua itu hanya khayalan tingkat tinggiku yang hanya bisa jadi nyata di dunia fana penuh kehampaan ini. Saat terbangun langit sudah gelap ini malam tetapi ini hanya langit yang berselimut mendung akan turun hujan. Kulihat keluar jendela si Fadil, Pras, dkk mulai menuju rumahku, aku segera keluar rumah untuk menemui mereka. “ Ren, mau kemana” Tanya ibu yang sedang menonton acara tv kesukaannya, “ Mau main bu, sama teman- teman” sahutku sambil berlari keluar rumah “ Iya tapi, jangan malam-malam” Ujar ibuku, aku segera keluar rumah dan menemui mereka.
                “ Wah pas banget kw aku agi arep neng omahmu” celetuk Affandi kapten tim sepakbola sekolahku.
            “ Aku kan wes delog seko jendela nek kw bareng-bareng ape neng omahku”  ucapku sok tau.
                “ udah- udah cepat ke lapangan kita mau tandingan sama Smp 12”   
            Aku dan kawan-kawan menuju lapangan Bhakti Setia Luhur untuk melaksanakan pertandingan melawan Smp 12 Pancasila. Ternyata disana sudah banyak teman skolah untuk menonton pertandingan ini, tak terkecuali wanita pujaan hatiku. Fadil yang mengetahui hal itu mulai mengejekku “ Ciee.. cieeee, yang di tonton si anu, nanti cetak gol buat dia biar seneng” “ aku kan bek mana mungkin cetak gol” balasku, “ bisa aja lewat sepak pojok” balas kembali si Fadil. Kami semua segera memasuki lapangan kecuali lima pemain cadangan aku sebagai bek tengah harus bisa menjaga keperawanan gawang kipper kami. Babak pertama selesai dengan skor kacamata, di babak kedua tim kami coba memainkan pemain andalan kami si Pras mengantikan Thoriq yang hanya bisa meminta bola. Di babak kedua kami mendapat sepak pojok pertama, aku pun maju kedepan untuk mencetak gol. Ternyata benar kata Fadil lewat sepak pojok ini aku bisa mencetak goal lewat sundulan kepala aku menuju ke pinggir lapangan untuk bergaya dan menunjukkan goal ku untuk Nia, ia dipinggir lapangan tersunyum malu setelah aku mencetak  goal. Akhirnya sekolah kami menang atas Smp 12 Pancasila.
Sepulang pertandingan petang menjelang malam langit mulai cerah dengan warna orange indahnya aku menyatakan persaanku dengan perasaan berdegup, saat kunyatakan perasaan ini dunia terasa tinggal kami berdua walau sekeliling kami banyak orang. Nia diam sejenak tanpa kata membisu tanpa suara kau seolah bingung mau menerima perasaan ini atau tidak. Aku berfikir untuk memmberikan nya waktu “ San ga apa-apa kalau kamu gak bisa jawab sekarang, terserah kamu mau jawab kapan kamu pikir pikir dulu aja biar enak jadinya” Ucapku dengan nada pasrah bagai langit mulai mendung kembali. Aku segera pulang kerumah bersama rombongan teman-teman tadi.
Sesampainya di rumah wajah bimbang dan khawatir menyertaiku memasuki rumah ibu yang melihatku bertanya padaku “ kok kamu murung Ren? Tim mu kalah” “ gak buk ga ada apa apa” sahutku sambil menuju ke kamar. Ku coba merapikan kamarku kemudian membersihkan diri, selesai diri ini wangi bersih aku menuju ruang keluarga untuk menonton tv saat ku sedang asyik menikmati acara kesayanganku Pakbuker adikku menggangu dia tak tahu bahwa perasaan ini gundah, aku pun marah dan mendorongnya ke lantai di tak menangis tapi aku coba tetap meminta maaf kepada nya, sebagai tanda permintaan maafku aku mengajak keluar rumah dan membelikan es krim untuknya. Setelah aku membelikan es krim aku kemudian  sampai rumah ternyata ayah ibu sudah selesai makan malam karena aku terlalu lama keluar dari rumah, aku dan adikku kemudian makan sendiri dengan lauk seadanya tanpa tunggu lama aku kemudian menuju kamar untuk istirahat dan tidur malam.
Esok paginya aku menjalankan rutinitas yang monoton aku pergi sekolah tapi kali ini beda, aku sendirian tanpa seorang pun yang menemani hanya besi tua yang kutunggangi. Sampai di sekolah aku menuju kelas duduk di tempat biasa tanpa seorangpun di kelas setelah hampir  15 menit baru semua temanku datang. Pelajaran berjalan biasa dan seperti rutinitas biasa. Sepulang sekolah aku melihatnya di pinggir lapangan basket aku mendekatinya ku genggam sebuah gitar untuk ku mendekatinya. Dihadapanya kunyanyikan lagu Bruno Mars untuknya.
Beautiful girls, all over the world
I could be chasin but my time would be wasted
They got nothin on you, baby
Nothin on you, baby
They might say hi, and I might say hey
But you shouldn't worry, about what they say
'Cause they got nothin on you, baby (Yeah...)
Nothin on you, baby.
Entah apa yang terjadi dia tak memperhatikan aku yang bernyanyi untuknya. Apakah  diriku seperti pengamen dihadapanya pertanyaan itu timbul di otakku yang pas pas an ini. Aku coba lagi dengan menyanyikan lagu Christina Perry-Thousand year.


Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid
To fall
But watching you stand alone
All of my doubt
Suddenly goes away somehow
One step closer

I have died every day
waiting for you
Darlin' don't be afraid
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a


Ditengah tengah lagu itu tiba-tiba dia mulai ikut bernyanyi dengan suara indahnya bak diva dunia, dan kami menyanyikan lagu itu bersama.


Time stands still
beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything
Take away
What's standing in front of me
Every breath,
Every hour has come to this
One step closer
I have died every day
Waiting for you
Darlin' don't be afraid
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more
And all along I believed
I would find you
Time has brought
Your heart to me
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more
One step closer
One step closer
I have died every day
Waiting for you
Darlin' don't be afraid,
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more
And all along I believed
I would find you
Time has brought
Your heart to me
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more


Selesai menyanyikan lagu itu aku kemudian menanyakan kembali atas pertanyaanku yang kulontarkan kemarin petang. Aku kembali mengungkap perasaanku padanya. Mulutnya terbuka seolah akan mengatakan sesuatu, yup benar dugaanku dia mengatakan yang membuat hati kecil ini berbungah- bungah. “ Ren, aku mau kok jadi pacarmu”. Kata sakti itu keluar membuat hati ini meloncat kegirangan bagai menerima durian runtuh.
Esok paginya hari-hari yang kelam karena cinta yang semu berubah menjadi hari cerah dengan cinta yang nyata. Bosannya hidup monotonnya dunia berubah menjadi dinamis tanpa rutinitas biasa. Hari demi hari kulalui menatap masa depan yang semoga saja cerah, tak terasa malam berganti malam hari berganti minggu minggu berganti bulan bulan berganti bulan. Ujian Nasional sudah didepan mata aku dan Nia berkomitmen untuk melanjutkan ke sekolah yang sama agar bisa menyambung kisah kami yang indah ini. Ujian Nasional selama empat hari pun selesai kami pun saling menhibur satu sama lain agar tetap berpikir positif tentang hasil Ujian Nasional. Hati tak pernah lelah menghibur dirinya, jiwa semakin tegar menghadapi hidup.
Setelah pengumuman kami sama-sama mendapat hasil yang memuaskan. Tuhan berkehendak lain aku dan dia harus terpisah oleh jarak, Nia terpaksa harus ikut orang tuanya pergi ke Bandung. Semakin tergores hati ini semakin luka tercabik cabik, hati yang mulanya utuh menjadi terpecah karena kepergiannya. Kucoba perlahan lahan melupakannya saat di SMA tapi itu malah membuat hati bersedih menangis sendiri di hari yang cerah tanpa celah. Aku tak bisa berpindah ke lain hati, hingga pada suatu pagi kulihat anak kelas sebelah, hati sedikit tertarik padanya. Kucoba berkenalan dengannya tapi cinta ini hanya sementara dia juga harus pergi ke United Kingdom/ Inggris sebagai penerima beasiswa. Diri ini tak ingin lagi merasakan liku cinta dan duka akhirnya kuputuskan untuk jomblo sementara sampai Nia kembali.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar