9F 9F 9F
.
.
.
" Walau hidup tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi yakinlah semua akan berjalan dengan indah "
.
.
.

Minggu, 15 Desember 2013

SAHABAT SEJATI

SAHABAT SEJATI
Salman, Atikah, Bayu dan Bherta adalah sahabat sejati. Mereka sudah sangat dekat dan bersahabat. Bahkan mereka sudah menganggap satu sama lain sebagai saudara, karena mereka ber-4 sudah bersahabat sejak kecil. Mereka suka berbuat baik, saling tolong-menolong, dan selalu setia. Apalagi mereka di sekolah menjadi murid yang pintar. Banyak orang yang mengagumi mereka. Mereka juga memiliki banyak kesamaan, Atikah dan Bherta yang sangat mencintai musik, Salman dan Bayu suka makan es krim. Mereka ber-4 juga sangat menyukai warna merah.

Pacar atau Sahabat

Pacar atau Sahabat

Pada siang yang tampak gersang itu, Polo mondar-mandir kesana-kemari dengan ekspresi wajah yang kebingungan. Punggungnya basah dan pipinya mengalir keringat yang sangat deras. Ruang kelas satu sampai kelas enam sudah ia jelajahi, begitu pula disetiap sudut sekolahnya. Namun ia tak juga menemukan sahabat karibnya yakni Antok. Sampai sepulang sekolah pun ia tak kunjung menemukan Antok. Lama kelamaan kakinya terasa pegal, punggungnya terasa nyeri karena membawa beban yang berat. 

YANG KEDUA KALINYA

YANG KEDUA KALINYA

Malam yang sungguh mencekam, memaksa masyarakat untuk diam di rumah. Sudut jalan terlihat sepi dan sunyi, tak ada satupun kegiatan, orang lalu lalang pun tak ada. Yang terlihat hanya daun kering berserakan dimana-mana, dan beberapa pohon tak bisa berdiri tegak karena diterjang badai.                                                                                                                  

Segelap Hitam, Secerah Pink

Segelap Hitam, Secerah Pink

Gerimis bukan lagi gerimis. Angin yang bertiup pun tak cukup hanya dibilang dingin. Alam beralih peran. Terik panas yang biasa menghujam kota Tangerang ini, lebih memilih untuk menjadi mendung. Saat hitam menggelayuti awan. Dan rerintikan air bergantian jatuh ke tanah. Berisik. Suaranya menimpa atap rumah. Tetesan air sedikit demi sedikit masih menetes dari ranting pohon, yang menandakan hujan deras telah  turun semalaman. Langit pun perlahan mulai berubah warna dengan diikuti datangnya sang surya.  Akan tetapi, udara tak kunjung berubah, seakan dapat membekukan kutub utara yang sedang mencair. Hal itu membuat sebagian orang malas untuk beraktivitas dan memilih melanjutkan tidurnya. Seperti itulah derita di penghujung tahun.

Impian

Impian
            Mentari mulai menampakan wajahnya.Embun di pucuk daun pun mulai berjatuhan. Kicau burung mulai terdengar.Dinginnya angin malam masih terasa. Namun, rasa dingin itu tak dihiraukan oleh Ardi.Rasa dingin itu tak mengusik semangatnya untuk pergi menuntut ilmu.                                                                                          

Makna Sebuah Perjuangan

Makna Sebuah Perjuangan
                       Bagi seorang anak penjual kelapa di Pasar Beringharjo kala itu seperti tak mungkin jika dapat mewujudkan impiannya menjadi seorang pengajar. Namun kenyataan itulah yang kini dialami oleh Yanti. Anak seorang janda miskin yang hanya berjualan kelapa di emperan Pasar Beringharjo saat dinihari sampai pagi buta. Ayahnya telah meninggal sejak Yanti masih berusia 7 bulan didalam kandungan ibunya yang biasa ia panggil dengan sebutan simbok itu. Jadilah Yanti tak pernah melihat wajah ayahnya kecuali dari foto usang pemberian simboknya. Dan kini simboknya pun berjuang keras demi menghidupi Yanti dan kakaknya, Murni. Dengan tekad dan semangat Yanti pun dapat mewujudkan mimpinya menjadi seorang pengajar. Ya memang mengabdikan diri sebagai pengajar adalah profesi yang amat mulia. Namun keberhasilan yanti tak semata-mata karena usahanya tetapi juga karena prinsip ibunya yang bertekad bahwa seburuk apapun kondisi perekonomiannya anak-anaknya harus mendapatkan pendidikan sampai SMA sederajat paling minimal. Selain itu juga kakaknya yang selalu mengantar kemanapun Yanti pergi untuk menggapai citanya. Dan terwujudlah kini semua tekad itu, dan kesuksesan itu tak luput dari perjalanan kisah hidup Yanti yang sangat berliku-liku dari ia kecil sampai sekarang ini.

Sahabat Sesaat

Sahabat Sesaat

Awan mendung mulai menyapa, menutupi hamparan luas cakrawala. Yang kini telah membuat paras cantik sang mentari menjadi pudar tak berselera. Tiba-tiba terdengar suara kepakan sayap burung-burung berterbangan tuk kembali ke sarangnya. Tak lupa jua para prajurit semut berbaris rapi tuk kembali berkumpul bersama dengan koloninya. Para katak pun khusyuk memanjatkan mantra-mantranya seraya memanggil sang hujan tuk tiba. Senandung merdu mengalun dari sang katak. Lantunan syair nan syahdu sungguh menggetarkan jiwa dan raga. Angin pun mulai berhembus  membelai ranting dedauan.

Inikah Sejatiku?

Inikah Sejatiku?

Bau tanah basah masih jelas tercium. Aroma khas yang menusuk sela-sela lubang hidung. Hujan baru saja reda mengguyur Kampung Toli. Kampung Toli? Terdengar lucu memang. Kampung Toli adalah sebuah kampung kecil di sudut Kota Yogyakarta. Sebuah kampung mungil yang masih mempunyai berjuta partikel udara segar untuk kita hirup. Toli mempunyai sejuta alasan untuk membuat siapapun betah tinggal.

Penyesalan

Penyesalan

Sedikit demi sedikit mentari mulai menampakkan dirinya dari ufuk timur untuk memancarkan sinar sinar jingganya. Kicau burung mulai bersaut-sautan satu sama lain. Titik titik embun yang berada pada daun daun nan hijau mulai meneteskan diri ke tanah. Ayam jantan pun telah dari pagi buta hingga saat itu menyerukan kokoknya. Sungguh sejuk pagi itu mendapatkan sambutan dari alam ini.

R U M I T

R U M I T

                “Teet..teet..teet” bel tanda masuk berbunyi. Siswa-siswi SMP Nusa Bakti masuk ke kelas masing-masing. Tak beberapa lama guru masuk dan 5 menit pelajaran sudah berlalu.
            Dari kejauhan sudah terdengar suara seseorang berlari. Kemudian seluruh siswa kelas 7B dikagetkan dengan suara ketukan pintu.

Liku-Liku Cinta dan Duka

Liku-Liku Cinta dan Duka
           
            Burung-burung berkicauan, mentari mulai menyembunyikan diri, angin berhembus ringan tanpa beban, dibawah pohon rindang yang teduh. Secarik kertas melayang dari tanganku berpindah ke tangan Nia, bukan surat cinta maupun duka tapi surat maafku kepada Nia, bukan tanpa alasan kuberikan kertas itu. Kemarin saat jam kosong di kelas sebuah buku kecil penuh coretan tinta hitam kutemukan di atas ubin kelas kubacakan lantang isi buku itu, tak tahu pemilik buku itu tiba- tiba dengan sekejap tanpa disangka, Nia menyerobot buku itu dari belakang tak kusangka Nia pemiliknya hingga diri ini merasa bersalah sekali, beribu kata maaf kulontarkan tapi tak di anggapnya, baru kali ini dia mau menemuiku dan menerima surat maafku itu. Sambil ia membaca suratku diriku menikmati keindahan alam sekitar tiba-tiba terdengar suara es krim terbesit pikiran untuk membelikan es krim untuknya.

Bulan Bahagia, Bulan Perpisahan

Bulan Bahagia, Bulan Perpisahan
Tak seperti biasa, hari itu lebih cerah dari biasanya. Tak tahu karena apa, mungkin karena udara segar pagi yang malamnya habis hujan, laron-laron berterbangan kesana-kemari namun malangnya mereka karena ayam tlah menanti, genangan air masih sedikit tersisa, namun tetap saja indah karena bunga-bunga bermekaran menyambut hari itu.

Kepulangan Yang Melelahkan

Kepulangan Yang Melelahkan

            "Allahhuakbar allahhuakbar…" suara takbir mulai berkumandang. Aku melangkahkan kaki satu demi satu sambil menyelampirkan sajadah  bersama kakakku, Agung. Kami bersama berjalan menuju lapangan yang tak terlalu luas, yang sudah dipenuhi banyak orang yang akan melaksanakan sholat Idul Fitri. Ramainya hari itu, sepulang dari sholat aku dan kakakku melangkahkan kaki kami sedikit demi sedikit untuk pulang kerumah, suasana sepulang sholat orang-orangpun saling bersalaman untuk meminta maaf satu sama lain. Handphone yang berada dalam saku kakakku mulai bergetar tanpa suara (Silent). Kakakku dengan bergegas mengambil dan mulai melihatnya.

Bisakah Kau Kembali?

Bisakah Kau Kembali?

Jalanan sepi. Langit gelap. Angin musim hujan bertiup kencang.
Aku merapatkan jaket yang ku kenakan, namun tubuhku tetap saja menggigil. Bukan karena angin, karena saat ini aku sama sekali tidak bisa merasakan apa pun. Sepertinya saraf-sarafku sudah tidak berfungsi. Aku tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bersuara, dan tidak bisa merasakan apa-apa.

DARI AWAL

DARI AWAL

            Suara takbir mulai bersautan. Kelelawar keluar dari sarangnya,enggan cari makan. Langit merah menambah indahnya senja itu. Anak-anak kecil berjalan dengan asiknya, beramai ramai menuju masjid. Orang-orang berkumpul di masjid menyambut malam takbiran,dengan mambawa obor ataupun lampion untuk melakukan takbir keliling. Di sisi lain,remaja masjid juga mulai berdatangan ,salah satunya Bella. Bella,cewek pendiem tapi asik diajak maen,tidak dapat diganggu jika udah bermain handphone miliknya. Ia datang bersama teman akrabnya Icha,cewek yang gak bisa diem,kadang asik kadang juga nyebelin,tapi tingkahnya mirip cowok. Kemudian mereka duduk di serambi masjid sambil menunggu remaja masjid yang lain.

Teman Bukan Teman

Teman Bukan Teman

            Seberkas sinar mulai tampak di ufuk timur. Ayam-ayam berkokok dengan merdu, burung-burung bernyanyi di sela-sela pepohonan. Orang-orang bangun untuk memulai aktivitasnya masing-masing. Begitu juga dengan Rendy, remaja 15 tahun yang sekarang duduk dibangku kelas 3 SMP. Ia adalah orang yang agak pendiam dan pemalu. Namun dibalik itu semua sebenarnya dia orang yang baik.
            Di sekolah ia selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang baik agar punya banyak teman. Dan kini ia akrab dengan teman-teman di sekolahnya. Salah satu temannya adalah Tejo yang sudah kenal lama dengan Rendy. Di pagi itu mereka berangkat bersama ke sekolah.

KISAH SECANTIK SENJA

KISAH SECANTIK SENJA

Awan gelap yang datang dari balik pegunungan, mengisyaratkan kepada setiap insan bahwa akan turunnya hujan. Cahaya nan cepat yang diikuti bunyi yang menggelegar diatas awan. Garis-garis biru yang menjalar ditubuh awan nan hitam. Sekian cepat awan itu sudah diatas hutan. Sekelompok burung Kuntul menyelinap kedalam hutan itu. Dari kejauhan daun-daun itu bergoyak satu sama lain, terlihatlah air yang turun dari awan hitam, yang kian cepat menuju kearah desa ini. Pepohonan disekitar gubug mulai melambai-lambai seolah ingin member tahu akan datangnya hujan yang kian mendekat. Titik demi titik air satu per satu mulai membasahi tanah yang sebelumnya gersang. Suara nan keras yang ditimbulkan akibat derasnya hujan kali ini, yang mengenai atap seng gubug ini. Didalam gubug air juga berjatuhan dari atas karena atap yang sudah dimakan usia.

Yang Akan Berakhir

Yang Akan Berakhir

Di antara keheningan, semua masih tetap sama. Seperti jam pelajaran pertama hingga terakhir di hari sebelumnya dan jauh sebelumnya. Masih tetap terasa jenuh dan sangat membosankan. Hanya bisa menatap sekelilingku. Sama, semua diam di posisi monoton. Duduk di bangku penuh sekat. Sekat peraturan-peraturan yang haram untuk dilanggar. Suara dentuman bola yang dimainkan anak-anak di luar sana terasa mengganggu. Dengan bebasnya tanpa mempedulikan kami yang terukurung di sini. Semakin membuyarkan konsentrasiku. Konsentrasi yang awalnya retak, kemudian bercabang, dan akhirnya pecah ketika sebuah tanya hinggap tepat diantara keping-keping konsentrasi yang masih tersisa. Kemana suara kicauan bahagia burung-burung yang keluar dari sarangnya? Mereka yang selalu melengkapi ceria sang mentari ditemani tetesan embun mungil pembawa ketenangan pagi. Kemana mereka? Apakah mereka sudah punah? Karena ulah manusiakah? Karena ketidakpuasan manusia? Atau mungkin pagi ini mereka sedang bermalas-malasan? Dan satu, dua, tiga, ah masih terlalu lama. Mungkin semua makhluk di sekelilingku akan menganggapku gila jika aku benar-benar menghitung menit demi menit atau bahkan detik demi detik hal monoton ini akan berakhir.

Kasih Tiada Ujung

Kasih Tiada Ujung

                        Kasih untuk selamanya. Buatku kasih untuk Ayah, Ibu, sahabat, dan tentunya kelak untuknya. Jutaan kata terima kasih untuk seseorang yang  selalu ada. Semburat sinar jingga di ufuk barat, ceruit emprit mungil nan merdu bersautan. Saatnya aku melihat mentari itu. Segera kumelaju mendekatinya. Sampailah aku pada lapangan hijau membentang. Kupejamkan mata sejenak melepaskan kepenatan jenuh. Perlahan kubuka mata ini berharap langit tak menelan mentari yang segera berganti malam hitam. Kurasakan detik demi detik kepulangannya. Masih teringat masa itu. Saat, dimana dia pergi dan takkan kembali. Mungkin dia rindu dengan Tuhan. Jadi dia putuskan untuk kembali ke pangkuan Tuhan dan meninggalkan senyum terakhir untukku. Aku duduk diantara dua ayunan seberang jalan saat teriakan peluit kereta menjerit. Bernostalgia.

Pelangi Seusai Hujan

Pelangi Seusai Hujan

Sinar-sinar kuning keemasan mulai tampak di ufuk, mentari  pun masih malu-malu untuk menampakan senyumnya. Burung-burung berterbangan kian kemari untuk mencari makan. Bersial-siul mengelilingi tumbuh-tumbuhan padi dengan riang. Tampak pula ayam- ayam jago yang berkokok dengan gagahnya, lalu mulai berjalan ke sawah untuk mencari makan. Hawa dingin masih menyelimuti bumi, bersama sisa-sisa tetesan air seusai hujan tadi malam. Sinar mentari menyinari pohon-pohon pisang di dekat sawah nan masih basah tertutup embun. Menambah kepermaian desaku yang ku cinta.
Ku awali pagiku dengan membuka jendela kamarku, terlihat hamparan padi yang mulai menguning. Ku rasakan kesejukan pagi. Ranting-ranting pohon perdu tampak berayun-ayun karena hembusan angin di pagi hari. Lalu ku bergegas untuk mandi dan bersiap-siap untuk menuju ke sekolah. Ibuku pun telah menyiapkan sarapanku. Setelah bersiap-siap, perlahan ku menuju ruang makan, di sana telah ada ayah, ibu, dan adikku. Kami pun makan bersama, sungguh pagi yang sangat indah.

Perjalanan Cinta Iin

Perjalanan Cinta Iin

Di salah satu Sekolah Dasar di Yogyakarta, terdapat dua anak yang akrab yaitu Iin dan Ridwan. Mereka berteman sudah 6 tahun lamanya. Sejak kelas I sampai V mereka duduk di satu kelas, tetapi saat kelas VI kelas di sekolah itu dibagi menjadi 3 kelas menurut nomor absen, sehingga mereka tidak duduk di satu kelas lagi.
Iin dan Ridwan mempunyai hobby yang sama yakni ‘olahraga’. Saat-saat pelajaran olahraga mereka sering sekali berada di barisan paling depan bahkan kadang mereka yang memimpin pemanasan dan sering dijadikan contoh. Mereka juga sering mengikuti POR(Pekan Olahraga Pelajar) mewakili sekolahnya. Karena sangat akrab, diantara mereka mulai muncul tanda-tanda saling suka atau yang biasa disebut cinta.
Suatu hari Iin dan Ridwan sampai di sekolah paling pagi. Di depan kelas VI A
 mereka bercakap-cakap.

MASA LALU

MASA LALU
karya Cindera Karina Duha
            Embun pagi mengalir setetes demi setetes dari daun yang rimbun membasahi tanah. Kicau burung yang merdu membangunkan Viona yang sedari tadi terjaga dari tidurnya diranjang empuk dan berselimutkan kain lembut nan tebal yang didekapnya hangat.Viona mengerdipkan matanya yang perlahan terbuka. Setelah terbangun ia berdoa,
“syukurku pada-Mu Tuhan Kau telah mengijinkanku menghirup udara segar pagi ini.” Ucapnya.Ibu mulai membuka pintu kamar Viona. Dan memintanya untuk segera bersiap berangkat sekolah.
            “Nak, sudah jam segini kamu masih di dalam kamar. Segera bersiap sana!” kata ibu.
            “Baik bu.” Jawab Viona.